Chapter 4: Aku Benci Kamu!
Tubuh Randika sudah diambil alih oleh kekuatan misteriusnya itu dan dia sudah tidak sadarkan diri. Ketika kesadaran lainnya ini melihat tubuh indah Inggrid Elina yang hanya berbalut pakaian dalam, pikirannya secara otomatis membuatnya menerkam wanita tersebut.
Setelah menerkam, Randika bukannya menghajarnya melainkan mulai bermain-main dengan tubuh indah istrinya dan mulai menjilati leher putih istrinya itu.
Pada saat ini, Inggrid sudah memulihkan kesadarannya meskipun dia masih sedikit lemas. Karena lawannya seorang pria, bagaimana bisa dia melawan? Apalagi Randika 'menyerang' dirinya pada titik-titik erotisnya. Sebagai hasilnya, Inggrid hanya bisa pasrah tubuhnya dijelajahi oleh Randika.
"Tidak …. Ahhh … Hentikan!!"
Saat ini, tangan Randika sudah meremas-remas dada Inggrid bahkan mencapit dan menarik kedua pucuknya. Inggrid berusaha melawan dengan meronta-ronta tapi hal itu tampak percuma.
Mengetahui bahwa mangsanya meronta-ronta, Randika segera menahan kedua tangan Inggrid dengan satu tangan sambil terus menjelajahi tubuh indah istrinya. Tidak tahan dengan omelannya, Randika pun mencium paksa Inggrid. Karena tidak mau terlalu intim, Inggrid segera menggertakan giginya tidak mengijinkan lidah mereka bertemu. Apabila benar-benar terjadi, dia takut akan kalah oleh hawa nafsu dan menyerah kepada pria kekar itu.
Saat ini, Inggrid merasa bahwa pikirannya mulai kosong dan desahannya semakin lama semakin keras. Sambil terus bertahan terhadap lidah Randika yang hendak masuk, dia merasa tubuhnya terus-terusan dipegang, diremas, bahkan kedua tangannya ditahan oleh Randika.
Dia merasa tidak berdaya.
Setelah meronta-ronta beberapa menit lagi, Inggrid akhirnya menyerah.
Randika memanfaatkan hal ini dan menemukan lidah Inggrid yang sudah lama dia cari. Sambil terus memainkan lidahnya, dia merasa bahwa air liur istrinya sangatlah banyak dan itupun mulai menetes ke kasur. Sesekali dia akan beralih ke kuping ataupun leher Inggrid.
Situasi mulai semakin memanas dan napas mereka benar-benar terengah-engah dan berat.
Inggrid merasa bahwa dirinya telah ditindih oleh sebuah gunung. Dan setiap tarikan napasnya membawa kembali sensasi nikmat ke dalam otaknya. Namun alam sadarnya masih belum menyerah.
Memikirkan bagaimana hal ini akan berlanjut, setetes air matanya mulai keluar dari sudut matanya.
'Apakah keperawananku akan diambil oleh orang yang baru kukenal dan kubenci ini?' Inggrid benar-benar tidak berdaya dan dia pun pasrah terhadap nasib yang akan dihadapinya.
Untuk pertama kali dalam hidupnya, dia merasa tidak berdaya.
'Baiklah, aku akan memberikan tubuhku padamu karena berkatmu aku mendapatkan 300 miliar.' Pikirnya
Tetapi apakah kesuciannya yang telah dia jaga ini bisa dibeli dengan uang? Apakah dirinya wanita semacam itu? Memikirkan hal ini hati Inggrid terasa sangat sakit.
Semakin banyak air mata yang berkucuran dan Inggrid sudah menutup matanya, pasrah dengan apa yang akan terjadi berikutnya.
Ketika Randika hendak melucuti bawahan milik istrinya, dia merasakan tetesan air mata mengenai wajahnya dan melihat wajah Inggrid dipenuhi oleh air mata.
DUAR!
Seakan-akan pikirannya telah dibom, akhirnya akal sehat Randika telah kembali. Melihat wajah Inggrid yang pucat dan penuh air mata, membuat Randika merasa bersalah.
Kenapa… Kenapa aku melakukan hal serendah ini? Kenapa melihat wajah ini sedih aku pun ikut sedih?
Aku baru berkenalan dengan wanita ini dan diriku sudah menjadi semacam binatang buas sampai-sampai memaksanya melakukan hal yang tidak dia inginkan?
Inggrid yang sudah pasrah merasakan bahwa genggaman erat yang menahannya sudah tidak ada dan mulai membuka matanya. Hal yang dia lihat hanyalah sosok Randika yang hilang dari balik pintu.
Merasa bingung dan lelah, dia mulai mengusap air matanya dan melihat sekelilingnya. Dia berusaha mengingat apa yang telah terjadi.
Namun, semakin dia mengingat semakin dia teringat kejadian traumatik yang habis dia alami. Alhasil, air mata tidak bisa berhenti keluar dari matanya.
Setelah tenang sedikit, dia menyadari di dekat tangannya ada bekas darah. Dia pun bingung apakah dirinya telah terluka? Tampaknya ini bukan darah miliknya jadi ini pasti punya pihak lain.
Saat dia sadar pertama kalinya, pandangan Inggrid masih buram dan pada saat itu dia tidak melihat wajah Randika.
Dia lalu memikirkan kembali apa yang bisa diingatnya sebelum dia tiba-tiba sadar di kamarnya bersama Randika. Seberapa kerasnya dia berpikir, dia tidak menemukan apa-apa.
Merasa pusing, dia pun rebahan dan menemukan sebuah alat suntik di samping tempat tidurnya. Kaget, dia langsung mengecek lengannya dan menemukan ada bekas jarum suntik.
"Apa maksudnya ini? Apakah ini perbuatannya?" Inggrid benar-benar tidak mengerti. Apakah semua ketidak berdayaan dirinya ini karena ulah Randika? Atau apakah ada hal lainnya?
"Randika, aku memang benar-benar membencimu."
…..
Randika segera masuk ke kamarnya dan mengunci pintu tanpa mengatakan apa pun. Yang dibutuhkannya sekarang adalah suasana tenang.
Tenaga dalam di dalam dirinya bergejolak. Jika dia tidak segera menenangkannya, hal ini bisa gawat.
Terlebih, tanpa tenaga dalamnya kekuatan misterius di dalam tubuhnya akan meledak dan mengambil alih dirinya. Biasanya dengan bantuan ramuan X dia bisa menekannya dengan bantuan tenaga dalamnya. Tetapi untuk menyelamatkan Inggrid sebelumnya, Randika menggunakan ramuan X yang tersisa sedikit dan menggunakan sebagian tenaga dalamnya untuk memperlancar proses penyembuhannya. Apabila kondisi tubuhnya sekarang terus berlangsung seperti ini, bisa-bisa dia tidak akan bertahan lama.
Dia sendiri tidak tahu mengapa memiliki kekuatan misterius ini di dalam tubuhnya, tapi yang dia tahu ketika kekuatan misterius ini mengambil alih tubuhnya 100%, kemungkinan besar dia akan mati. Jadi selama ini ketika dia bertarung, dia tidak akan bertarung sekuat tenaga karena dia harus menyisakan tenaganya untuk mengontrol kekuatan misterius ini.
Dia selama ini juga telah menggunakan sumber dayanya dan waktunya untuk mengembangkan ramuan X. Namun, ramuan X hanyalah solusi jangka pendek. Dia masih belum menemukan solusi sebenarnya.
Selama dua jam, dia merasa bahwa tenaganya telah pulih sedikit dan dirinya mulai kembali tenang. Setidaknya sekarang dia tidak akan muntah darah dan bisa beristirahat dengan tenang.
"Tenang ini bukan apa-apa. Hal ini terjadi karena aku lengah dan persediaan ramuan X tinggal sedikit. Rasanya aku harus meminta Yuna untuk mengirimnya lebih cepat." Setelah menenangkan dirinya, dia pun segera membuka komputer dan mengontak Yuna.
Randika aslinya tidak mau bergantung pada ramuan X ini. Ketika dia kembali ke Indonesia, dia hanya membawa 3 botol dan dia pun berhemat mungkin dalam meminumnya. Di saat kekuatan misterius itu bergejolak, dia akan menahan terlebih dahulu sebelum akhirnya meminum ramuannya. Setelah menyelamatkan nyawa Inggrid, persediaannya sudah benar-benar habis.
Tring
Video chat Randika telah diterima oleh Yuna tetapi layar komputer Randika tetap hitam, tidak ada sosok Yuna. Apakah Yuna membiarkan komputernya menyala?
Setelah 1-2 jam menunggu, akhirnya Yuna muncul. Namun, penampilan Yuna sangat acak-acakan dan tampak penuh luka.
"Yuna!! Ada apa? Apa kau baik-baik saja?"
Mendengar suara familiar yang didengarnya membuat Yuna meneteskan air mata. Wajahnya yang awalnya terlihat serius itu segera berubah menjadi berantakan. "Tuan aku minta maaf. Markas kita telah hancur dan … "
"APA?" Sebelum Yuna bisa menjelaskan, sentakan Randika benar-benar membuat telinga Yuna mati rasa dan dia pun menundukan kepalanya sambil menangis.
Markas hancur? Bagaimana markas rahasia Randika yang dijaga ketat keberadaannya bisa hancur? Bukannya sombong, tetapi markas rahasia miliknya bahkan tidak bisa ditembus oleh pasukan elit negara manapun. Apakah ini berarti pasukan beberapa negara bersatu melawan dirinya?
"Bagaimana dengan ramuan X? Apakah ramuan X selamat?"
Selain keselamatan para bawahannya, ramuan X adalah hal paling penting yang dia khawatirkan. Tempat pengembangan ramuan ini bahkan lebih ketat lagi penjagaannya.
"Maaf tuan, target mereka adalah ramuan X. Sebagian besar markas tidak disentuh. Mereka hanya menarget tempat ramuan X berada. Baik lahan obat, peneliti dan semua informasi mengenai ramuan X sudah mereka hancurkan tanpa tersisa." Yuna mengatakan semua hal ini dengan badan yang bergetar dan isak tangis yang hebat. Dia tahu bahwa ramuan ini sangatlah berarti bagi tuannya. Apalagi setelah melirik raut muka Randika yang begitu marah, Yuna benar-benar sudah siap mati.
Tidak ada makhluk hidup yang sanggup menghadapi amarah sang Ares.
"Siapa?" Randika tanpa sadar menampar keras mejanya. "Bajingan mana yang berani melakukan ini semua?"
Randika berusaha meredam kemarahannya yang meluap-luap dan tenaga dalamnya yang mulai pulih tersebut memancarkan aura membunuh yang kuat.
"Dia… Bulan Kegelapan." Yuna tampak ragu mengucapkan nama tersebut.
"Bulan Kegelapan? Yuna kamu pikir aku bocah ingusan atau jangan-jangan kamu tidak tahu siapa pelakunya? Mana mungkin dia bisa melakukan semua hal ini mengingat kekuatannya yang cuma seperti itu? Bahkan dia berkhianat pun, apa memangnya pecundang itu bisa lakukan? Aku sudah mempercayakan markas padamu dan Harimau. Kekuatan bela diri Harimau setara bahkan lebih hebat daripada Bulan Kegelapan. Bagaimana mungkin dia bisa melakukan semua ini?"
Setelah Randika selesai berbicara, Yuna hanya terdiam dan tubuhnya bergetar. Keringat dingin menetes dari dahinya.
Melihat Yuna yang gugup dan tampak ketakutan, Randika memiliki dugaan tersendiri. Dia tidak bisa menahan diri untuk tidak menghela napas dengan berat.
"Jangan-jangan Harimau juga terlibat? Bocah itu selama ini selalu tunduk padaku, siapa sangka ada orang yang bisa membuat dirinya menjadi seberani itu hingga mengkhianatiku?"
Yuna yang mendengar ancaman Randika segera berlutut dan membungkuk dalam-dalam, "Maafkan aku tuan. Aku sampai menyusahkan tuan dan terlebih aku tidak bisa menghentikan Harimau. Aku akan menyelesaikan masalah suamiku itu dengan caraku sendiri. Ketika semua ini berakhir, aku akan membayar tuan setiap rupiahnya!"
Jujur saja, Yuna tidak bisa melihat jalan keluar bagi dirinya selain mati. Suaminya berkhianat, ramuan X hancur tanpa tersisa dan terlebih semua ini terjadi di bawah tanggung jawabnya. Mengingat temperamen Randika, yang ada hanyalah kematian.
Melihat Yuna yang sangat menyesal, Randika tidak tega menyalahkan hal ini semua kepada Yuna. Dia sendiri tahu bahwa Yuna adalah orang yang paling bisa dia percaya di muka bumi ini.
Menahan dirinya untuk tidak marah, Randika berusaha tersenyum pada Yuna, "Yuna berdirilah. Yang penting kamu selamat dan tidak apa-apa. Semua sudah terjadi dan kita harus menatap masa depan. Aku minta tolong padamu untuk membangun kembali markas di tempat yang baru dan segeralah membuat ramuan X dalam satu bulan. Mengenai Bulan Kegelapan dan Harimau, serahkan mereka padaku. Fokuslah untuk membangun kembali markas kita."
Setelah ucapan terima kasih Yuna, Randika segera mematikan komputernya dan membuka jendela kamarnya.
Sambil menghirup udara malam yang dingin, dia melihat sebuah bayangan yang bergerak di tengah kegelapan malam.
"Hmmm.. cepat sekali. Sepertinya musuh kali ini bertindak dengan cepat dan efisien. Seharusnya semua serangan ini sudah dipersiapkan sejak lama."