Chapter 29: Dia Berlari lalu Berlutut!
"Halo apakah ini kakak Elang? Ini aku Andre. Terakhir kali kita bertemu saat kita minum-minum di bar minggu lalu, apakah kau ingat? Iya jadi begini. Aku butuh bantuan kakak untuk memberi pelajaran pada seseorang tetapi jangan sampai kau membunuhnya. Oh, jangan khawatir orang ini tidak punya dukungan politik siapa-siapa kok. Dia hanya rekan kerja dari perusahaanku saja. Oke kita sepakat! Aku minta tolong bawa beberapa orang tambahan ya, soalnya aku dengar dia jago berkelahi. Pada saat kau selesai menghajarnya, aku akan memberikan 25 jutanya pada saat itu juga."
Andre kemudian menutup teleponnya. Tatapan matanya masih dipenuhi rasa balas dendam. Randika… Lihatlah akan kutunjukkan kau siapa yang berkuasa!
"Ah! Pelan-pelan!" Teriak Andre kepada perawat yang sedang membersihkan lukanya.
"Tolong jangan bergerak." Kata perawat itu.
Di tempat lain, seorang pemuda di usia 20an menutup teleponnya dan melemparnya ke sofa.
"Kak, ikut aku!"
"Kenapa kau Elang? Kau ingin aku antar ke mana lagi?" Tanya seorang pria botak.
"Hahaha kali ini kita bukan pergi untuk bermain melainkan untuk bekerja. Temanku memintaku untuk menghajar seseorang dan dia akan memberikan 25 juta setelah kita selesai menghajarnya."
"Bah! Mana ada pekerjaan semanis itu."
"Serius aku kak, sudahlah percayakan hal ini padaku. Nanti uangnya kita buat minum-minum sepuasnya!"
"Hidup kakak Elang!"
Sekumpulan preman ini pun segera berangkat menuju perusahaan Cendrawasih.
Tidak butuh waktu lama untuk para preman tersebut sampai di gedung perusahaan terbesar di kota ini. Petugas keamanan terkejut ketika melihat sekumpulan pria bertampang kasar ini datang. Salah satu dari mereka segera mencegat mereka dan salah satu dari preman itu berkata kepada petugas tersebut, "Aku hanya ingin bertemu dengan salah satu orang dari perusahaan ini, aku akan pergi ketika kami sudah bertemu."
Para petugas keamanan ini tidak bisa mencegah mereka masuk tetapi mereka juga memiliki persiapan sendiri. Mereka segera memberitahu orang-orang di dalam untuk bersiap-siap menekan tombol alarm apabila terjadi sesuatu.
Setelah mereka masuk, salah satu dari mereka bertanya kepada perempuan yang ada di lobi.
"Hei, di perusahaan ini adakah yang bernama Randika?" Suara kasar ini mengejutkan perempuan tersebut. Ketika memperhatikan tampang dan pakaian yang dipakai sekumpulan orang ini, dia segera panik.
"Adakah yang bisa saya bantu?" Suaranya sedikit gemetar.
"Aku tidak butuh bantuanmu, aku hanya ingin bertemu dengan satu orang. Hubungi saja si Randika itu." Kata Elang dengan nada marah.
Setelah Elang membentak wanita ini, para petugas keamanan sudah bersiaga dari luar dan tampak juga ada yang datang dari atas.
"Aku minta maaf tuan. Jika Anda tidak bisa menjelaskan alasan Anda datang ke sini, saya tidak bisa membantu Anda."
Ketika mendengarnya, Elang menjadi marah. Di saat dia hendak membentak lagi, handphonenya bunyi. Ternyata itu Andre!
"Kau bisa langsung naik ke lantai 9.�� Kata Andre.
Elang pun menatap tajam ke perempuan tersebut dan berjalan menuju lift. Saat petugas keamanan berusaha mencegahnya, mereka mendapatkan telepon dari Andre.
"Mereka ini adalah calon petugas keamanan yang datang untuk melakukan wawancara. Biarkan mereka naik menemui saya." Andre menjelaskannya dengan nada tenang.
Ketika petugas keamanan itu mendengar perkataan sang manajer personalia, tidak mungkin mereka membantahnya. Elang dkk akhirnya naik lift dan menuju lantai 9.
Saat mereka sudah berada di lantai 9, mereka langsung disambut Andre.
"Mana orang yang ingin kau hajar?" Tanya Elang. "Aku ingin segera menyelesaikannya dan mengambil uangku."
"Jangan khawatir. Uang itu sudah ada di tanganku." Andre pun segera menjelaskan. "Dia ada di lantai ini namanya adalah Randika. Petugas keamanan di lantai ini sudah aku tarik mundur jadi kau bisa mengamuk sepuasnya."
Di saat mereka berbincang, Randika keluar dari ruangannya dan melihat kerumunan orang ini. Dia lalu mendekati mereka.
"Ah! Itu dia orangnya." Mata Andre segera menjadi merah. Karena dia belum ke rumah sakit, luka-lukanya masih belum terawat sepenuhnya meskipun klinik perusahaan ini sudah memberikan pertolongan pertama.
"Oh?" Elang dan teman-temannya mendatangi Randika.
Beberapa ahli parfum juga ikut keluar bersama Randika. Ketika mereka melihat gerombolan orang ini, mereka segera berbalik dan menuju ruangannya kembali. Mereka masih trauma dengan kejadian sebelumnya.
Randika kini telah dikepung.
"Jadi kamu yang namanya Randika?" Kata Elang sambil memeriksa Randika dari atas ke bawah.
Randika malah tidak menjawab pertanyaan ini, dia lebih fokus kepada Andre yang ada di belakang. Dia lalu tertawa keras. Ketika mendengar tawa ini, Andre entah kenapa merinding.
"Oh sepertinya kau kurang cerdas menghafal muka orang sampai-sampai kau tidak tahu yang mana yang kau cari." Kata Randika dengan santai.
"Berengsek, kau belum menjawab pertanyaanku tadi." Elang sudah merasa marah dan menendang Randika, anehnya kakinya dengan cepat terayun kembali.
"Ckckck jadi kalian ke sini cuma cari gara-gara?" Randika menggelengkan kepalanya. "Suasana hatiku sedang tidak bagus, jadi aku aslinya malas melayani kalian."
"Bah kau kira kau punya pilihan? Hajar dia!" Elang pun sudah tidak sabar.
TIba-tiba semua orang mengeluarkan pisau mereka dan menerjang Randika.
Seketika itu juga Randika berubah menjadi sesosok cahaya. Dia nampak mengepalkan tangannya. Bahkan belum sampai 3 langkah, salah satu preman ini sudah ada yang melayang. Orang di sebelahnya bahkan sudah ikut melayang juga ketika dia menoleh ke arah temannya.
Randika menyikut orang yang berada di belakangnya hingga hidungnya patah. Dia menambahkan tamparan keras pada pelipis orang itu hingga dia jatuh pingsan. Kemudian dia mengambil pisau orang itu dan melemparnya ke orang lain. Pisau itu segera menancap di lengannya!
Meskipun tampaknya Randika telah dikepung, situasi ini bagai serigala yang berada di kandang ayam. Dengan kecepatan dewanya, setiap langkahnya membuat seseorang melayang. Preman-preman ini bahkan tidak bisa menyentuh ujung baju Randika.
Randika kemudian melayang tinggi dan menerjang turun. Seketika itu juga, 5 orang langsung terkapar kesakitan.
"Sepertinya orang yang kau panggil kurang tangguh." Randika mengatakan ini kepada Andre yang ada di belakang.
Andre benar-benar ketakutan melihatnya, kakinya sudah lemas dan mulutnya mengering. "Kau…. Kau bukan manusia!"
Elang yang terkapar di lantai segera berdiri dan mengatakan, "Jangan bangga dulu kau! Kupanggil kakak tertuaku baru tahu rasa kau!"
"Ah! Berarti pimpinan kalian ya?" Kata Randika. "Kalau begitu sekalian saja kalian kubereskan semua jadi aku tidak perlu repot-repot mencari lagi. Punya nomornya? Mau aku teleponin sekarang? Atau kau bawa telepon sendiri?"
"Bacot saja terus, nanti baru tahu rasa saat kakak sudah ada di sini!" Elang segera mundur dan mengeluarkan handphonenya.
Tak lama kemudian, panggilannya diterima. "Kak! Tolong aku, kami semua telah dihajar oleh seseorang."
Tak lama kemudian, Elang tiba-tiba tertawa ke arah Randika. Para preman yang terkapar di lantai segera mengambil langkah mundur dan berkumpul di sekitar Elang.
"Apakah kakak tertuamu itu kuat?" Tanya Andre.
"Kakak tertua adalah orang paling tangguh yang kukenal!" Kata Elang dengan nada dingin. "Jangan khawatir, kakak tertuaku itu sudah menjadi salah satu penguasa kegelapan di kota ini! Tidak ada orang yang bisa berjalan lurus ketika mendengar namanya."
Mendengar kepercayaan diri Elang, Andre merasa lega. Dia merasa mendapatkan kembali kepercayaan dirinya dan berkata pada Randika, "Lihat saja sebentar lagi!"
"Jangan berlutut minta ampun ketika kakak tertuaku datang dan menghajarmu sampai sekarat." Elang juga menambahkan. Para preman yang awalnya tampak tidak berdaya, segera bersorak ketika tahu bahwa pimpinan mereka itu akan datang.
"Randika, jika kau memberikan Inggrid kepadaku maka aku bisa mencegah hal ini terjadi." Kata Andre.
Randika malah menguap, "Huahm! Aku suka dengan orang-orang lemah seperti kalian, kalian pintar ngelawak. Hei bawakan aku kursi."
Ahli parfum yang mengintip dari ruangan masih berdiri kaku ketika melihat aksi pemukulan tadi. Setelah diajak bicara Randika baru dia tersadar dari keterkejutannya.
Dia langsung membawakan kursi untuk Randika.
Randika lalu duduk, melihat jam dan berkata dengan santai. "Sepuluh menit. Aku memberikan kalian sepuluh menit untuk menunggu bala bantuan kalian. Jika pimpinanmu itu tidak datang dalam 10 menit, kalian semua akan kubunuh dan mayat kalian akan kubuang di pinggir jalan."
Setelah itu Randika menutup matanya.
Ekspresi Elang sedikit berubah, dia lalu berteriak dengan lantang. "Kita lihat nanti apakah kau masih bisa berbicara seperti itu atau tidak!"
Andre juga nimbrung, "Aku tahu kau cuma pura-pura tenang! Sebentar lagi kita lihat siapa yang akan tertawa!"
Randika tidak peduli dan tetap terdiam.
Setelah 10 menit berlalu, Randika membuka matanya. "Waktunya telah habis."
Melihat Randika yang berdiri, Elang langsung panik. Namun, terdengar suara langkah kaki yang jumlahnya banyak datang dari belakang.
Semua orang dari kelompok Elang telah datang!
Semua orang yang ada di sana langsung bersorak gembira dan berteriak ke arah Randika. "Mati kau bajingan! Semua orang kami telah datang, jangan harap bisa pulang hidup-hidup!"
Randika mengerutkan dahinya. Dari arah lift, turun seorang pria berjas hitam dan memakai kacamata hitam. Aura yang dipancarkannya berbeda dengan orang-orang ini.
Randika menghela napas ketika melihatnya. Penampilan orang itu cukup keren, haruskah dia lain kali datang di saat genting dengan memakai baju seperti itu?
"Kakak!"
Elang segera menghampiri kakak tertuanya itu. Kemudian orang itu mengatakan, "Ada masalah apalagi kalian ini?"
Melihat orang yang baru datang ini membuat Andre bernapas lega, Randika siap-siap saja kau!
"Kak, kami semua tadi kalah.��� Elang langsung menunjuk ke arah Randika. "Orang itu yang menghajar kami. Dia juga mengancam akan membunuh kami dan melempar mayat kami di jalan! Kak, kau harus menghajarnya demi kehormatan kami."
"Hmmm." Orang itu mendengus. Kemudian tatapan matanya menyapu ke arah orang yang menghajar bawahannya. "Dia cuma sampah!"
Kemudian dia menghampiri Randika dan mengatakan, "Tidak ada orang di kota ini yang berani bermacam-macam dengan namanya Dim..."
Namun, suara orang ini semakin kecil. Yang awalnya nada mengancam menjadi selembut kicauan burung. Bahkan para bawahannya tidak dapat mendengar perkataan pemimpin mereka.
Andre dan Elang kebingungan, apa yang telah terjadi?
Dimas melihat Randika yang tersenyum kepadanya. Dimas tidak percaya apa yang telah dilihatnya. Dia lalu mengusap-usapkan matanya dengan keras. Meskipun sudah melakukan hal itu, kenyataan tidak berubah.
Ya tuhan orang itu!
"Apa kau ingin melihat wajahku dari dekat?" Mata Randika sudah memancarkan aura membunuh.
Takdir memang lucu, pria di hadapan Dimas ini adalah pria yang telah menghabisi geng kapak sendirian!
Semua orang, termasuk Andre dan seluruh bawahan Dimas, mengira bahwa Randika akan mati hari ini. Tidak ada orang yang berani melawan kakak tertua ini. Mereka sudah berdebar-debar menanti adegan keren pemimpin mereka tetapi apa yang mereka lihat benar-benar di luar dugaan.
Mereka melihat Dimas berlari ke arah Randika dan berlutut di hadapannya.
"Kakak tertua, akhirnya Dimas berhasil menemuimu!"